Zubir Said adalah pencipta lagu
kebangsaan Singapura yaitu Majulah Singapura dan pencipta lagu Semoga Bahagia
yang merupakan lagu resmi Hari Anak Singapura dan Festival Kaum Muda Singapura.
Zubir Said dilahirkan pada
tanggal 22 Juli 1907 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat dan meninggal di Joo Chiat
Place, Singapura pada tanggal 16 November 1987 karena penyakit hati yang
dideritanya.
Zubir Said merupakan anak tertua
dan memiliki 3 saudara laki-laki dan 5 saudara perempuan. Ibunya meninggal pada
waktu Ia masih berusia 7 tahun. Zubir Said belajar musik dan memainkan alat
musik suling, gitar dan drum secara otodidak. Meski sempat mengenyam pendidikan
di sekolah belanda, Zubir Said lebih tertarik pada panggilan hatinya untuk
bermain musik. Pada tahun 1928, Zubir Said merantau ke Singapura untuk mengejar
karir dibidang musik meskipun sang ayah, Mohamad Said bin Sanang, melarangnya.
Karir Zubir Said
Zubir Said memulai karir musiknya
pada Group Bangsawan, sebuah group opera melayu sebelum pindah ke perusahaan
rekamam musik His Master’s Voice pada tahun 1936.
Zubir Said menikahi Tarminah
Kario Wikromo seorang penyanyi keroncong di Jawa pada tahun 1938 . Zubir Said
kembali ke tanah kelahirannya di Bukit Tinggi pada tahun 1941 dan kembali ke
Singapura tahun 1941, dimana beliau bekerja sebagai fotografer paruh waktu
untuk Surat Kabar Utusan Melayu agar beliau dapat menulis dan memainkan musik.
Karya musikalnya terdiri dari lebih 1500 judul yang belum dipublikasikan karena
beliau lebih tertarik pada seni dan mengajar seniman-seniman muda tentang seni
musik daripada mengejar keuntungan financial semata atas hasil karya musiknya.
Pada tahun 1957 untuk pertama
kalinya karya musikal Zubir Said dipentaskan untuk umum di Victoria Theater dan
pada tahun 1958, Dewan Kota menetapkan salah satu komposisinya sebagai lagu
resmi kota Singapura yang kemudian menjadi Lagu Kebangsaan Singapura.
Lagu-lagu ciptaan Zubir Said
bervariasi mulai dari irama tradisional hingga soundtrack untuk perusahaan film
Cathay Keris yang merupakan anak perusahaan dari Cathay Holding Organization.
Salah satu lagunya pada film Dang Anom memenangi penghargaan pada Festival Film
Asia ke-9 di Seoul, Korea Selatan di tahun 1962.
Para composer menilai karya musik
dari Zubir Said ini sebagai lagu Melayu yang sebenarnya karena banyak dari
musiknya berkaitan dengan sejarah dan nilai-nilai melayu dan Minangkabau yang
membangkitkan semangat kebangsaan pada tahun 1950.
Lagu-Lagu Ciptaan Zubir Said
antara lain:
Sang Rembulan
Sayang Di Sayang
Cinta
Selamat Berjumpa Lagi
Mari Pancing Ikan
Gelora Asmara
Kumang Dan Rama-Rama
Melodi Asmara
Kolam Mandi
Setangkai Kembang Melati
Nasib Malang
Anak Daro
Nazif Basir adalah seorang penulis, wartawan dan seniman Indonesia.
Nazif Basir bersama istrinya, Elly Kasim telah membawa sanggar tari Sangrina Bunda keliling dunia memperkenalkan kebudayaan dan kesenian Indonesia ke 118 kota di 35 negara di dunia. Sanggar Tari Nasional Bunda atau yang lebih dikenal sebagai “Sangrina Bunda” yang mereka dirikan pada tahun 1978 juga beraktivitas sebagai pusat pendidikan dan latihan tari-tarian tradisi untuk anak-anak remaja dan dewasa yang berlokasi di Jakarta Timur. Selain dikenal sebagai penata tari (koreografer), Nazif juga dikenal sebagai pencipta lagu, terutama lagu-lagu Minang.
Sepanjang karir profesionalnya, disamping sebagai seniman, Nazif juga pernah berkarya sebagai penulis dan jurnalis. Nazif telah menulis sejak masih sekolah di Yogyakarta pada tahun 1953 dengan menulis berbagai cerita pendek yang dimuat diberbagai majalah yang terbit diberbagai kota di Indonesia. Sebagai wartawan, dia juga telah berkiprah diberbagai media, baik sebagai redaktur maupun pemimpin redaksi.
Karya:
Sapik Kalo.
lagu Minang
Oslan Husein (lahir di Padang, Sumatra Barat, 8 April 1931 – meninggal diJakarta, 16 Agustus 1972 pada umur 41 tahun) , terkenal dengan sebutan Oslan, adalah seorang penyanyi dan aktor Indonesia. Pada era 50-an Oslan terkenal karena menyanyikan lagu-lagu berbahasa Minang. Salah satu lagu yang sangat populer dibawakannya adalah “Kampuang Nan Jauh di Mato”.
Oslan Husein adalah anak ke empat dari tujuh bersaudara, ayahnya seorang pedagang kain Para Karambia bernama Husein. Oslan menghabiskan masa kecilnya di Padang, dan memulai menyukai seni suara sejak masih duduk di Daisan Kotogomikun Gakko (sekarang Sekolah Dasar). Kemudian terus berlanjut hingga SMP. Menginjak SMA karena berbagai hal Oslan tidak menyelesaikan sekolahnya hingga tamat, kebetulan masa SMA Oslan berdekatan dengan masa kemerdekaan Republik Indonesia. Saat menjadi Tentara Pelajar Oslan sering menyanyi untuk menghibur dan membangkitkan semangat kawan-kawannya.[1]
Pengalaman bernyanyi pertama kali didapatinya, saat dia mencoba mengamen dengan menyenandungkan ayat-ayat suci Al-Quran di depan gerbang sebuah pasar malam di Padang, kemudian banyak orang yang tertarik dan memberinya uang. Dari pengalaman tersebut Oslan yakin, bahwa dengan tarik suara bisa mendatangkan uang. Oslan juga memiliki selera humor yang cukup tinggi, tetapi dalam menghibur dia sadar, bahwa dia tak akan bisa menjadi seorang pelawak. Timbre suaranya memiliki karakter yang cukup unik, ada sedikit warna genit pada gaya menyanyi popnya.[1]
Oslan Husein meninggal di RS Ancol Jakarta, dalam usia 41 tahun. selain sebagai penyanyi, ia duet dengan Alwi. lagu Kampuang Nan Jauh Dimato, Ombak Buruih, adalah sebagian lagunya.
Karya:
Ombak buruih
Urang Tolong
Sinandi-Nandi dan
Kaparinyo