Namaku Gabriella Timothy. Teman-temanku
biasa memanggilku Beby. Tapi tidak untuk sahabat karibku, Deta. la selalu
memanggilku dengan sebutan 'Marmut'. Menurutnya, dua gigi kelinciku ini mirip dengan gigi marmut.
Julivia Dewata Putri, nama lengkap sahabatku tadi. Dia
'Einsteinwati' di kelas kami. Sesuai dengan namanya, Deta lahir tanggal 13
Juli, angka sial, kan ? Tapi kenyataannya tidak. Deta selalu menang dalam berbagai lomba, Deta ienius dalam
matematika, lPA, Bahasa lndonesia, lnggris, dan yang paling dikuasainya, Bahasa
Mandarin. Salut deh, kalau
tahu cara bicara dan logat Mandarinnya
yang "ngewes" banget !
Yah... Deta mungkin bisa masuk dalam
kategori 'perfect' dalam semua pelajaran, tapi tidak untuk jalan
asmara dan kehidupan pribadinya.
"Mut, pinjam ballpoint hitam ya, punyaku
macet nih.", Deta berteriak padaku dari jendela kelas lX-F.
"Okay, Det. Ambil di mejaku aja.
Aku punya 8 ballpoint kok.", aku berteriak dari ujung lapangan sambil terus
berebut bola basket dengan Dino Cs. Salah satu hobi Deta adalah menulis
puisi. Puisinya-pun sering diterbitkan di tabloid sekolah kami. Kriiiiinnnggg....
Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Aku mengajak Deta pulang bersama lagi. Kebetulan
rumah kami searah. Di jalan, aku mengatakan sesuatu padanya.
"Kabar baru !", kataku.
"Apa'an ? Uhuk... Uhuk...", Tanya Deta.
"Penyakitmu kumat lagi, ya ?
Tebak aja, deh !", lanjutku.
"lya. Mmmm... Ulangan Fisikamu dapet cepék !?",
tebak Deta sambil
membersihkan bercak darah di bibirnya
dengan saputangan secara diam-diam.
"Mana mungkin ! Rumus kalor aia
aku nggak hafal ! Coba lagi !", kataku tak sabar.
"Nyerah deh. Uhuk... Apa sih ?", Tanya
Deta semakin penasaran.
"Jangan kaget, ya. Ternyata,
... lan naksir sama kamu lho...", kataku cekikikan.
"lan ? Alexander Adrian, anak kelas lX-G
itu ? Uhuk... Uhuk... Ngaco kamu ! Mana mungkin anak basket inti gitu naksir
sama aku !", kata Deta dengan suara serak.
"Suer, beneran. Dino bilang
sendiri ke aku kok, tadi waku main basket. Kalau nggak'percaya ya udah. Ltu urusanmu.
Tapi..., berharap aja besok dia ngaiak kamu pulang bareng. Udah ya, 'tuh
rumahku udah kelihatan di ujung kompleks. Daahh...", dan akupun 'amblas'
di jalan di balik pos ronda di ujung kompleks. Esoknya, tepat dugaanku. Lan mengajak
Deta pulang bersama. Deta terlihat terpaku di tempat dan tersipu semalu-malunya.
Jujur, aku mengintipnya ketika lan dan Deta sedang berbicara. Hehehe... Aku mengikuti
mereka terus hingga sampai di depan rumah Deta. Sial ! Capek banget ! Enak,
Deta dibonceng naik motor sama lan. Aku ? ngepot-ngepot deh, diboncengin Si Pras
anak juragan jengkol kompleks sebelah naik sepeda kumbang warisan kakeknya. Setelah
mengantar Deta sampai depan rumah, lan langsung 'cabut' nggak tau kemana. Tapi yang jelas, jalan
yang dia lewati searah sama tempat biasa mamaku 'meni-pedi'. Di depan Salon, ada
2 tukang oiek lagi mangkal yang kebetulan kenal denganku dan merupakan
langganan mama.
"Sepi nih, Bang ?",
tanyaku.
"lya. Mau kemana, Néng ? Perlu Abang
anter ?",Tanya Bang Satriyo.
"Nggak usah. Eh, Bang,
pinjem motor dong. Sejam go ban deh.. Oke? Oke?", rayuku.
"Ha ? Go ban ? Berpa tuh, Néng ? Buat apa pinjem motor Abang ?"
"Yah... Abang... Katro'amat.
Lima puluh ribu sejam. Ada deh.. 3 iam aia. Nih uangnya. Tunai ! Pinjem ya, Bang"
Akupun langsung memboyong motor Bang Satriyo dan langsung' mengikuti lan.
Kalian pasti berpikir aku orang yang kurang kerjaan, kan ? Ya, bisa dibilang begitu.
Aku tancap gas mengikuti lan hingga ia memberhentikan motornya di suatu rumah
megah di salah satu perumahan elite. Aku berhenti dan mengawasi lan dari balik
pos hansip. "Lho ? lni kan rumah Clo. Ngapain lan kesini ?", aku
bertanya pada diriku sendiri. lan memencet bel dan beberapa saat setelahnya,
Clover keluar dari pintu depan. Sesuai dengan namanya, Clover Chandra Richika, ia
memang anak konglomerat, hobinya berfoya-foya, ia sombong dan suka semena-mena
terhadap adik kelas. Untung saja wajahnya masih sedikit cantik.
"Hei, lan.. masuk yuk. Di rumah sepi, nih. Bokap nyokap lagi di
Melbourne.", Clo mengajaknya
masuk. Entah apa yang mereka lakukan didalam rumah Clo. Sejam..dua jam..tiga jam...
Aku menunggu di depan pos hansip, akhirnya lan keluar dari gerbang rumah Clo dan
mengedipkan sebelah matanya. Sudah seminggu lan dan Deta berpacaran. Selama seminggu
itupun, aku selalu melakukan hal yang sama sepulang sekolah, meminjam motor
Bang
Satriyo dan menguntit lan. Kantongku
hampir'jebol' karenanya ! Dan lan-pun selalu melakukan hal yang sama pula, mengantar
Deta pulang lalu pergi ke rumah Clo. Hingga pada suatu hari,
ketika aku mengerjakan tugas kelompok
di rumah Deta, lan menelpon. Aku meminta Deta mengaktifkan tipe'loudspeaker' pada ponselnya.
"Hei,
Det. Bagaimana kabarmu ?",kata lan.
"Baik. Kau ?"
"Ya, sama. Mungkin. Aku ingin mengatakan
satu hal padamu.", lanjut lan.
"Silakan."
"Aku... lngin... Hubungan kita sampai di
sini. Jujur, dari awal aku hanya kagum padamu, yah... kau murid yang cukup
hebat. Tapi, aku tidak mencintaimu. Aku hanya menganggapmu sebagai temanku. Aku
cinta Clo. Dia yang kucintai selama ini.", lan menjelaskan panjang lebar. Aku
hanya melongo saja mendengar ucapan lan barusan. Deta terbatuk dan seperti biasa,
ia selalu mengusap darah di bibirnya. Tapi kali ini aneh, Deta terbatuk lebih
'ganas' dan darah terus keluar dari mulutnya seperti keran air yang dibuka
lebar-lebar. Deta menutup telepon dari lan dan berlari ke kamar mandi. Aku
mengikutinya ke kamar mandi dan mulai menggosok gosok punggungnya. Aku mulai ngeri karena
dia terus muntah darah. Akupun berteriak memanggil mamanya. Aku dan Tante Thea, mama
Deta, segera menelepon taksi dan membawa Deta ke rumah sakit. Sesampainya di sana,
Deta langsung dibawa masuk ke UGD. Aku dan Tante Thea menunggu dengan cemas di luar
UGD.
“Tante, mengapa penyakit batuk biasa
yang dialami Deta menjadi separah ini?”, tanyaku.
“Batuk biasa?
Beby, kau bilang batuk biasa? Deta menidap kanker hati ! Penyakitnya sudah
mendekati stadium akhir ! Apa Deta tidak menceritakaanya padamu ?”, kata Tante
Thea dengan nada tinggi yang membuatku merinding.
“Deta tak pernah cerita apa-apa
mengenai penyakitnya. Bahkan seberapa lama ia telah mengidapnya.", kataku.
Selang beberapa menit, dokter keluar dari ruang UGD dan berbicara
pada Tante Thea.
"Maaf, Anda ibu dari Julivia Dewata Putri ?", tanya dokter
itu.
"Ya, saya Thea. Bagaimana keadaan Deta,
Dokter ?".
"Kanker hati Deta sudah memasuki stadium 3, dia harus dirawat inap selama
beberapa bulan ini. Satu lagi, jika Deta tidak mendapat donor hati dalam langka
waktu 4 bulan, dikhawatirkan nyawanya tak bisa diselamatkan.", lanjut
doker itu.
Tante Thea kaget dan mulai menangis. La berjalan
mengikuti kereta dorong June menuju kamar VlP. Dua bulan setelah hari itu, Ujian
kenaikan kelas dilaksanakan. Deta terpaksa melakukan ujian di rumah sakit.
Dengan keadaan yang belum pulih dan tekanan hati yang belum hilang, prestasi
Deta turun drastis. Deta masuk peringkat 4 di kelas. Tapi setidaknya, masih
lebih baik dari peringkat 14 sepertiku. Liburan-pun tiba, 1 bulan penuh aku bisa bergantian
menjaga Deta dengan Tante Thea. Hingga pada suatu hari, masuk satu pesan ke
ponsel Deta. "Det, ponselmu bunyi, nih !", aku menyerahkan ponsel
pada Deta.
"Dari Clo. Tapi dia dapet
nomorku
dari siapa, ya !?", kata
Deta.
"Bacain isinya, dong.", kataku.
"Ehm..Ehm.. Det, aku Clover.
Jangan tanyakan aku dapat nomormu dari siapa. lan kecelakaan,
kondisinya kritis. Sekarang lan di UGD. la
mau kau menjenguknya. Kutunggu sekarang. Segeralah
kemari.", kata Deta.
“Ian
kecelakaan? “ tanyaku. Deta mengangguk. Setelah mendapat izin dari dokter, aku
dan Deta menuju UGD. Benar saja, Ian tereletak lemah,sekujur tubuhnya dipenuhi
luka dan darah. Para dokter dan suster sibuk membersihkan luka di
kepalanya.Dengan nafas tersendat-sendat, Ian menggenggam tangan Deta dan Clo
“Deta… ma..af.. Aku memper..mainkanmu...se..selama..ini.
Aku me..nyesal.. Jika nanti... a..aku..mati.., per..mintaan.. ter..akhirku..,
aku mau..k..kau.. menerima hatiku.. Kau lebih membutuhkannya.. daripada..ku. Dan
kau, Clo.. terima kasih... telah..men..cintaiku.. selama ini.".
lan menghembuskan nafas terakhirnya
tepat pada pukul 13.06 siang. Clo berteriak histeris dan langsung menangis di
dada lan. Beberapa menit kemudian, Clo menghapus air matanya dan berkata pada Deta,
"Det, kabulkan permintaan terakhir lan.
la mau kau menerima hatinya.
Kau tahu kan, umurmu tak panjang lagi.
Aku akan mengabarkan kejadian ini pada orang tua lan di Eropa.",
Clo mengambil 'Blackberry' nya
dan pergi keluar UGD dengan tampang sedikit sinis. Deta tertunduk sebentar dan langsung
angkat bicara pada salah seorang dokter di situ. "Dokter, berikan hati lan
padaku.". Dan esoknya, Deta segera menjalani operasi donor hati. Tentu
saja dengan persetujuan orang tua Deta dan lan. Setelah hari yang menyakitkan itu,
Deta kembali mengikuti pelajaran di kelas lX. Setahun sekali, ia berziarah ke
makam lan. Keadaan membaik bagiku dan Deta, UAN berlangsung, Deta lulus dengan
peringkat terbaik. Aku iuga mulai naik 5-6 peringkat. Tapi tidak untuk Clo.
Keadaan Clo justru memburuk. Pertengahan semester, Clo dikeluarkan dari sekolah
karena ketahuan membawa barang haram. Clo memang salah memanfaatkan kepercayaan
yang diberikan oleh orang tuanya. Mentang mentang punya uang, dengan sesukanya
ia hambur-hamburkan bersama teman yang tidak jelas jluntrungannya. Dan akibat perbuatannya
yang kurang terpuji, orang tuanya ikut menderita. Udara segar kota Denpasar di bulan'Juli
ini membuatku lebih bersemangat bermain basket di gym. Tapi bukan bersama Dino
lagi seperti di SMP dulu. Kali ini aku vs Deta. Setelah mendapat donor hati
dari lan beberapa waktu yang lalu, ia menjadi pemain basket yang luar biasa !
Dan kemampuannya ternyata melebihiku.
Kami terus bermain hingga seluruh keringat kamipun terkuras. Dan tanpa kami
sadari, bel masuk telah berbunyi. Kami berganti baju dan berlari masuk ke kelas
untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.